Assalamu'alaikum...
Ada kabar gembira,,,, bagi sobat-sobat semua yang ingin memesan buku bahasa arab seperti kitab tasawuf, fiqih, hadits, tafsir, filsafat, qonun, kedokteran, geografi, sejarah dll, silahkan pesan sekarang, tinggal buka saja link ini: Toko Buku Online - Buku Bahasa Arab Terlengkap..!!!

Rabu, 22 Desember 2010

ni penatalaksanaan TB'a

maaf buat penatalaksanaannya ndk lengkap.

Penatalaksanaan
TUJUAN PENGOBATAN
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT
Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
• OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
• Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
• Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
o Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
o Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
o Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
o Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama
o Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
• Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
o Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
o Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
o Kategori Anak: 2HRZ/4HR
• Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
• Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistesi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
Obat Antituberkulosis
Terdiri dari 2 kelompok, yaitu:
1. obat primer, efektivitas tinggi dengan toksisitas dapat diterima, seperti INH, rifampisin, etambutol, streptomisin, pirazinamid
2. obat sekunder, kurang efektif dan digunakan karena pertimbangan resistensi atau kontra indikasi, seperti etionamid, PAS, sikloserin, amikasin, kanamisin

Streptomisin
Aktivitas Antituberkulosis
• obat TB pertama yang dinilai efektif, tidak ideal sebagai obat tunggal
• in vitro bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB (KHM: 0,4 g/ml)
• in vivo bersifat supresi, bukan eradikasi kuman TB
Resistensi
• makin lama terapi, makin meningkat resistensi
• resistensi akibat mutasi?
• bila kavitas tidak menutup atau BTA sputum tetap (+) dalam 2-3 bulan berarti kuman telah resisten  terapi tidak efektif
• dihindari dengan kombinasi dengan anti TB lain

Farmakokinetik
• absorpsi dari tempat suntikan, hampir semua berada dalam plasma, hanya sedikit yang masuk ke eritrosit
• terdistribusi ke seluruh cairan ekstrasel, sukar berdifusi ke cairan intrasel
• dapat mencapai kavitas
• 1/3 streptomisin yang berada dalam plasma berikatan dengan protein plasma
• waktu paruh 2-3 jam, memanjang pada gagal ginjal sehingga menimbulkan efek samping
• ekskresi melalui filtrasi glomerulus
• 50-60% diekskresi utuh dalam 24 jam (sebagian besar dalam 12 jam)
Efek Nonterapi
• ototoksik (N. VIII) akibat dosis besar jangka lama  pemeriksaan audiometri
• nefrotoksik
• sakit kepala, malaise, parestesi di muka dan mulut, kesemutan di tangan
• reaksi hipersensitivitas, reaksi anafilaktik, agranulositosis, anemia aplastik
• tidak dianjurkan pada trimester pertama kehamilan
Interaksi
• dengan penghambat neuromuskuler terjadi potensiasi penghambatan
• dengan obat ototoksik (furosemid dan asam etakrinat) dan obat nefrotoksik
Sediaan dan Posologi
• bubuk injeksi 1 dan 5 g/vial diberikan dosis 20 mg/kgBB IM maksimum 1 g/hari selama 2-3 minggu, dilanjutkan dengan 2-3x/minggu
Isoniazid
Aktivitas Antituberkulosis
• in vitro bakteriostatik & bakterisid thd kuman TB (KHM: 0,025-0,05 g/ml)
• lebih aktif daripada streptomisin

Mekanisme Kerja
• mekanisme pasti belum diketahui
• diduga menghambat biosintesis asam mikolat (unsur penting dinding sel mikobakterium)
Resistensi
• terjadi akibat kegagalan obat mencapai kuman atau kuman tidak menyerap obat
• menimbulkan strain baru yang resisten
Farmakokinetik
• absorpsi baik pada pemberian oral dan parenteral
• kadar puncak dicapai dalam 1-2 jam setelah pemberian oral
• metabolisme melalui asetilasi di hati (asetilator cepat dan lambat)
• waktu paruh 1-3 jam, memanjang pada gangguan fungsi hati
• mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh (termasuk cairan pleura dan asites)
• kadar di CSS 20% kadar plasma
• 75-95% diekskresi melalui urin dalam waktu 24 jam sebagai metabolit (asetil INH dan asam nikotinat sebagai hasil proses hidrolisis)
• sebagian kecil diekskresi sebagai isonikotinil glisin, isonikotinil hidrazon dan N-metil INH
Efek Nonterapi
• reaksi hipersensitivitas: demam, kelainan morbiliform, makulopapular, urtikaria
• reaksi hematologik: agranulositosis, trombositopenia, anemia
• vaskulitis, arthritis
• perubahan neurologis: neuritis perifer, menghilangnya vesikel sinaps, membengkaknya mitokondria, pecahnya akson terminal  atasi dengan pemberian piridoksin (B6)
• kejang, neuritis optik (atropi), kedut otot, vertigo, ataksia, parestesia, stupor, ensefalopati toksik
• kelainan mental: euphoria, penurunan memori, hilangnya pengendalian diri, psikosis, sedasi yang berlebihan dan inkoordinasi (bersama fenitoin)
• ikterus, kerusakan hati (nekrosis multilobular), peningkatan SGOT dan SGPT
• mulut kering, abdominal discomfort, methemoglobinemia, tinitus, retensi urin
Status Pengobatan
• preventif: tunggal
• kuratif: kombinasi
Sediaan dan Posologi
• tablet 50, 100, 300, dan 400 mg, serta sirup 10 mg/ml
• diberikan dosis tunggal per oral setiap hari dengan dosis 5 mg/kgBB maksimum 300 mg/hari, anak <4 tahun 10 mg/kgBB/hari • dapat diberikan secara intermitten 2x seminggu dengan dosis 15 mg/kgBB/hari • diberikan bersama piridoksin 10 mg/hari Rifampisin Aktivitas Antituberkulosis • in vitro menghambat pertumbuhan M. tuberculosis (KHM 0,005-0,2 g/ml) • in vivo meningkatkan aktivitas streptomisin dan INH • menghambat pertumbuhan kuman gram positif dan negatif • gram positif: penisilin G rifampisin eritromisin, linkomisin, sefalotin • gram negatif: rifampisin tetrasiklin, kloramfenikol, kanamisin, kolistin • mekanisme kerjanya menghambat DNA-dependent RNA polymerase dengan menekan mula terbentuknya rantai dalam sintesis RNA Farmakokinetik • absorpsi dihambat oleh makanan dan PAS • kadar puncak dicapai setelah 2-4 jam pemberian oral • 75% terikat pada protein plasma • difusi baik ke berbagai jaringan termasuk otak (warna merah pada urin, tinja, sputum, airmata, keringat) • mengalami deasetilasi, dalam waktu 6 jam obat dalam empedu berupa deasetil rifampisin yang bersifat aktif • menginduksi metabolisme; walaupun bioavailabilitas tinggi eliminasi meningkat pada pemberian berulang • waktu paruh eliminasi 1,5-5 jam dan memanjang pada gangguan fungsi hati, memendek pada pemberian berulang • ekskresi melalui empedu dan mengalami sirkulasi enterohepatik • 30% diekskresi melalui urin (sebagian besar dalam bentuk utuh)  tidak perlu penyesuaian dosis pada insufisiensi renal • juga diekskresi melalui ASI Efek Nonterapi • ruam kulit, mual, muntah, flu like syndrome, nefritis interstisial, nekrosis tubular akut, trombositopenia • hepatotoksisitas: ikterus, hepatitis, sindrom hepatorenal, peningkatan aktivitas SGOT, SGPT dan alkali fosfatase • gangguan saluran cerna: abdominal discomfort, mual, muntah, kolik, diare • gangguan neurologis: lelah, mengantuk, sefalgia, ataksia, sukar konsentrasi • reaksi hipersensitivitas: demam, pruritus, urtikaria, kelainan kulit, eosinofilia, sakit pada lidah, hemolisis, hemoglobinuria, hematuria, insufisiensi renal • gangguan hematologik: trombositopenia, leukopenia, anemia • efek teratogenik? Hindari pemberian pada masa hamil (menembus sawar uri) Interaksi Obat • PAS menghambat absorpsi rifampisin • Rifampisin menginduksi metabolisme ADO, kortikosteroid, kontrasepsi oral  efektivitas berkurang • Rifampisin mengganggu metabolisme vitamin D  osteomalasia • Disulfiram dan probenesid menghambat ekskresi rifampisin melalui ginjal • Rifampisin meningkatkan hepatotoksisitas INH Sediaan dan Posologi • kapsul 150 dan 300 mg, tablet 450 dan 600 mg, suspensi 100 mg/5 ml • diberikan 1x sehari 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan dengan dosis: - BB<50 kg 450 mg/hari - BB>50 kg 600 mg/hari
- Anak-anak 10-20 mg/kgBB/hari maksimum 600 mg/hari
Etambutol
Aktivitas Antituberkulosis
• hanya efektif untuk kuman TB
• bersifat tuberkulostatik  hanya aktif terhadap sel yang sedang tumbuh
• menekan pertumbuhan kuman TB yang resisten terhadap INH dan streptomisin
• mekanisme kerja menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati
• dapat timbul resistensi bila digunakan tunggal
Farmakokinetik
• 75-80% diserap dari saluran cerna
• kadar puncak plasma dicapai setelah 2-4 jam pemberian oral
• waktu paruh eliminasi 3-4 jam
• kadar dalam eritrosit 1-2 kali kadar dalam plasma  eritrosit sebagai depot
• tidak menembus sawar otak, tetapi pada meningitis TB ditemukan dalam CSS
• 50% diekskresi melalui urin dalam bentuk utuh, 10% dalam bentuk metabolit (derivat aldehid dan asam karboksilat) dalam waktu 24 jam
• ekskresi ginjal melalui filtrasi glomerulus dan sekresi tubuli
Efek Nonterapi
• ruam kulit, demam, pruritus, nyeri sendi, gangguan saluran cerna, malaise, sakit kepala, pusing, bingung, disorientasi, halusinasi, kaku dan kesemutan di jari, reaksi anafilaksis, leukopenia
• neuritis retrobulbar: bilateral, penurunan visus, hilangnya kemampuan membedakan warna, pengecilan lapangan pandang, skotoma sentral dan lateral
• peningkatan kadar asam urat karena penurunan ekskresi asam urat melalui ginjal
Sediaan dan Posologi
• tablet 250 dan 500 mg, diberikan dosis 15 mg/kgBB sekali sehari, pada gangguan faal ginjal perlu penyesuaian dosis
Pirazinamid
Aktivitas Antituberkulosis
• bakterisid yang kuat untuk BTA
• dihidrolisis oleh enzim pirazinamidase menjadi asam pirazinoat yang bersifat tuberkulostatik pada media asam
• mekanisme kerja?
Farmakokinetik
• mudah diserap di usus dan terdistribusi ke seluruh tubuh
• kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 2 jam, waktu paruh 10-16 jam
• asam pirazinoat dihidroksilasi menjadi asam hidropirazinoat
• ekskresi terutama melalui filtrasi glomerulus
Efek Nonterapi
• gangguan hati: ikterus, nekrosis hati, peningkatan SGOT dan SGPT
• menghambat ekskresi asam urat (pirai)
• artralgia, anoreksia, mual, muntah, disuria, malaise, demam
Sediaan dan Posologi
• tablet 250 dan 500 mg dengan dosis 20-35 mg/kgBB sehari 1 sampai beberapa kali sehari maksimum 3 g
Regimen Pengobatan
1. pengobatan jangka panjang: 18 bulan tanpa rifampisin
2. pengobatan jangka pendek: 6-8 bulan dengan rifampisin
Paduan OAT dan peruntukannya.
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien baru TB paru BTA positif.
• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
• Pasien TB ekstra paru
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
• Pasien kambuh
• Pasien gagal
• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Catatan:
• Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
• Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari). Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.

2 komentar:

  1. salam sejawat
    TS orang indramayu
    saya juga orang kandanghaur...FK UPN veteran Jakarta
    kapan2 buka blog saya..karikaturijo.blogspot.com

    blognya keren dan sangat mendidik

    BalasHapus