Assalamu'alaikum...
Ada kabar gembira,,,, bagi sobat-sobat semua yang ingin memesan buku bahasa arab seperti kitab tasawuf, fiqih, hadits, tafsir, filsafat, qonun, kedokteran, geografi, sejarah dll, silahkan pesan sekarang, tinggal buka saja link ini: Toko Buku Online - Buku Bahasa Arab Terlengkap..!!!

Senin, 25 April 2011

Enuresis

B. Definisi
Enuresis atau mengompol merupakan masalah yang umum Enuresis berasal dari bahasa Yunani en-, yang berarti “di dalam” dan ouron, yang berarti “urine”. Enuresis adalah pengeluaran urin sengaja ataupun tanpa sengaja pada usia dimana sehaarusnya anak seudah mampu mengendalian pengeluaran urin atas kemauannya sendiri atau normal. (Ricardo G, 2000). Keparahan enuresia ditentukan oleh frekuensi BAK dimana kuantitasnya tidak menentukan diagnosis.

Sejarah kuno menjelaskan istilah enuresis dikenal sejak 1500 sebelum masehi dan sudah merupakan masalah sosial yang cukup besar. (Nanan S, 2004) Arti dari enuresis sendiri adalah pengeluaran air kemih yang tidak disadari pada seseorang yang semestinya dapat dikendalikan oleh kandung kemih. Enuresis nocturnal (sleep wetting) maksudnya adalah enuresis pada malam hari, sedang enuresis diurnal (awake wetting) maksudnya adalah enuresis pada siang hari. Istilah sleep wetting sering disebut juga dengan istilah bedwetting. (Nanan, 2004).

Menurut awal terjadinya, enuresis dibagi menjadi enuresis primer, bila enuresis terjadi sejak lahir dan tidak pernah ada periode normal dalam pengontrolan buang air kemih, sedang enuresis sekunder terjadi setelah 6 bulan dari periode setelah control pengosongan air kemih sudah normal. (Nanan S, 2004).

Kemampuan mengondalikan kandung kemih biasanya tercapai pada umur 1-5 tahun. Karena luasnya rentang waktu ini, maka seorang anak baru dapat dikatakan enuriasis, bila enuriasis menetap dan paling sedikit satu kali perminggu pada umur diatas 5 tahun untuk anak perempuan dan antara 6-10 tahun untuk anak laki-laki. (Nanan S, 2004)

C. Epidemiologi
Angka kejadian enuresis diberbagai Negara bervariasi. Angka kejadian di Australia dan amerika serikat lebih tinggi dibandingkan di skandinavia. Hasil survey di Eropa dan Amerika utara menunjukan, bahwa 15-20% anak berumur 5 tahun, 7% anak berumur 10 tahun dan 1-2% anak berumur 15 tahun mengalami enuresis.

Sampai umur 11 tahun, enuresis lebih sering terjadi pada anak laki-laki, perbandingan laki-laki : perempuan adalah 2:1 dan setelah umur tersebut perbandingan antara laki-laki dan perempuan hampir sama atau lebih tinggi pada anak perempuan.(Nanan, 2004).

Enuresis lebih sering terjadi pada anak-anak yang berasal dari : golongan social-ekonomi rendah. anak-anak yang pernah menderita hambatan social dan psikologis dalam periode perkembangan antara umur 2-4 tahun pertama kehidupan. latar belakang pendidikan orangtua yang rendah. 4) toilet training yang tidaka adekuat. 5) anak pertama.

D. Etiologi
Enuresis disebabkan oleh bermacam-macam penyebab, diantaranya adanya keterlambatan dalam pematangan dan perkembangan kandung kemih, gangguan pola tidur, psikopatologi, stres lingkungan, gangguan urodinamik, penyakit organik pada traktus, dan khir-akhir ini diketahui adanya abnormalitas sekresi dari ritme circardian hormone antidiuretik (ADHI).

1.Keterlambatan pematangan neurofisiologi
Keterlambatan sistem saraf pusat sebagai penyebab enuresis masih banyak pro dan kontra. Keterlambatan sistem saraf ini berhubungan dengan faktor genetik. Dari hasil penelitian terlihat bahwa sebanyak 77% anak dengan enuresis mempunyai riwayat keluarga pada orangtuanya dengan enuresis, sedangkan 44% anak dengan enuresis ditemukan pada keluarga dengan enuresis hanya pada salah satu orang tuanya. Tetapi tidak ada riwayat keluarga dengan enuresis, hanya 15% anak yang mengalami enuresis. Pemeriksaan dengan EEG tampak adanya peningkatan disritmia serebral. 

2.Keterlambatan perkembangan
Keterlambatan dalam perkembangan yang menyebabkan anak menjadi enuresis bukan disebabkan gangguan pematangan sisrim neurofisiologi, tetapi disebabkan oleh kurangnya latihan pola buang air kemih yang baik. Hal ini sering terjadi pada golongan masyarakat sosio-ekonomi yang buruk. Jumlah anggota keluarga yang besar, broken home dan stres lingkungan.
3.Hormone antidiuretik

Awal tahun 1952 hubungan antara poliuria nokturnal sebagai faktor penyebab enuresis. Walaupun akhirnya ditemukan hubungan antara variasi normal dan circadian dalam sekresi hormone ADH yang meningkat pada malam hari, sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk mendukung teori ini. Volume urin yang tinggi pada malam hari menyebabkan anak mengalami enuresis. Mengapa anak tidak bangun ketika ada rangsangan pada kandung kemih, halini belum jelas.

4. Faktor urodinamik
Dari hasil evaluasi ternyata > 85% enuresis nokturnal dan > 80% enuresis diurnal terjadi pada anak-anak yang mempunyai pola infantil yang persisten. Kapasitas kandung kemih kecil dan tidak adanya penghambat kontraksi. Terjadinya enuresis diduga akibat kurangnya inhibitor kontraksi kandung kemih dan tidak adanya koordinasi antara otot detrusor dan otot sfingter.

5. Faktor tidur yang dalam
Pada tahun 1950 ditemukan adanya hubungan antara enuresis nokturnal dengan pola tidur dan ditemukan bahwa enuresis sering terjadi pada tidur yang dalam atau saat transisi dari pola tidur berikutnya. Sedang penelitian lain membuktikan bahwa enuresis tidak hanya berhubungan dengan tidur yang dalam, tetapi dapat terjadi pada setiap tingkat dari tidur.

6. Faktor psikologi
Enuresis primer dapat disebabkan oleh adanya faktor stres selama periode perkembangan antara umur 2-4 tahun. Pemisahan dari keluarga, kematian orangtua, kelahiran saudara kandung, pindah rumah, pertengkaran orangtua dan child abuse merupakan keadaan yang paling sering dianggap sebagai presipitasi enuresis.(Nanan, 2004).

Enuresis yang disebabkan oleh stres biasanya intermiten dan sementara, sedangkan enuresis yang terus menerus biasanya toilet training yang adekuat.(Nanan, 2004).

Enuresis primer biasanya terjadi pada anak-anak yang mempunyai latar belakang psikoneurosis dan jarang terjadi pada anak normal. Kadang-kadang enuresis dan enkropesis dapat menimbulkan kelainan emosional, sebaliknya pada anak yang mempuyai gangguan emosional dapat timbul enuresis. Pada keadaan ini sulit untuk membedakan apakah enuresis ini timbul akibat gangguan emosional atau gangguan emosional yang menimbulkan enuresis.(Nanan, 2004).

7. Faktor organik 
a. Saluran genitourinarius
Hampir 99% enuresis nokturnal tidak mempunyai kelainan anatomi saluran kemih. Keadaan ini sudah diteliti oleh para ahli urologi dengan melakukan pemeriksaan MSU, PIV, dan USG. Mereka mengatakan baik pada uneresis nokturnal maupun pada enuresis diurnal tidak ditemukan kelainan anatomi, tetapi ditemukan adanya gangguan urodinamik, seperti: kapasitas kandung kemih yang kurang dan tidak sinergisnya kerja otot detrusor dengan otot sfingter.(Nanan, 2004).

b. Infeksi
Pada setiap enuresis harus dicurigai adanya infeksi saluran kemih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 45% perempuan dengan bakteriuria timbul enuresis, sedangkan pada perempuan tanpa bakteriuria kejadian enuresis hanya 17%. Hasil penelitian lain mengatakan bahwa 15% anak sekolah dengan bakteriuria asimtomatis mengalami enuresis. Sering basahnya daerah perenium merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi.

Teori ini didukung oleh fakta radiologi yang menemukan kelainan anatomis pada penderita enuresis yang disertai infeksi saluran kemih. Suatu penelitian memperlihatkan bahwa dengan mengobati infeksi saluran kemih dapat menyembuhkan sekitar sepertiga kasus enuresis. 

c. Faktor lain 
Kelainan di daerah lumbosakral mielomeningokel dapat menyebabkan enuresis. Selain itu alergi berbagai macam makanan mungkin dapat menyebabkan enuresis. 

e. Patofisiologi

Gambar 1. Patofisiologi munculnya enuresis 

f. Penegakan diagnosa

Untuk menegakkan diagnosis kita harus melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.

1. Anamnesis 
Dari anamnesia kita harus menentukan tipe dan beratnya enuresis. Untuk itu kita perlu menanyakan tentang sejak kapan terjadinya mengompol, waktu terjadinya mengompol (siang atau malam) dan apakah sedang tidur atau dalam keadaan bangun. Pada penderita enuresis diurnal harys ditanyakan bagaimana pancaran air kemihnya, urgensi enuresis, apakah intermiten atau terus menerus. Setelah itu perlu ditanyakan riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya, keadaan psikososial anak, keadaan keluarga, riwayat enuresis pada orang tua atau saudaranya, dan apakah pernah mengalami konstipasi atau enkopresis. (Nanan S. 2004)
Kriteria diagnosis enuresis menurut DSM-IV-TR

a. BAK yang berulang di atas tempat tidur atau pakaian (baik itu yang involunter atau yang disengaja).
b. Perilaku ini secara klinis bermakna yang dimanifestasikan oleh frekuensinya 2x/mgg untuk minimal 3 bulan berturut-turut atau terdpt distress atau hendaya yang secara klinis bermakna dalam fungsi sosial, akademik (atau pekerjaan) atau area penting lainnya.
c. Usia kronologis minimal 5 tahun (atau sesuai dengan tahap perkembangan).
d. Perilaku ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (seperti diuretik) atau seperti pada (seperti DM, spina bifida, atau gangguan kejang). Jenis spesifik: hanya nocturnal, hanya diurnal, nocturnal dan diurnal.

Kriteria diagnosis enuresis non organic menurut ICD-10 
a. Usia kronologis dan usia mental anak minimal 5 tahun. 
b. BAK yang involunter atau yang disengaja di atas tempat tidur atau pakaian terjadi min. 2x/bulan pada anak2 yang usianya < 7 tahun. dan min. 1x/bulan pada anak2 yang usianya ≥ 7 tahun. 
c. Enuresis bukan merupakan akibat dari suatu serangan epilepsi atau inkontinensia neurologis dan bukan suatu akibat langsung dari abnormalitas struktur traktus urinarius atau kondisi medis nonpsikiatrik lainnya. 
d. Tidak terdapat bukti dari gangguan psikiatri lainnya yang memenuhi kriteria untuk kategori ICD10 lainnya. 

e. Durasi untuk gangguan ini minimal 3 bulan. 2.Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak ditemukan kelainan. Tetapi pemeriksaan daerah abdomen dan alat genital harus lebih teliti. Selain itu harus diperiksa refleks perifer, sensasi perineal (refleks kremaster dan refleks anal) dan tonus anal, cara berjalan dan tulang belakang apakah terdapat kelainan pada medula spenalis. 

3. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium biasanya diperlukan untuk mengevaluasi enuresis, seperti pemeriksaan analisis air kemih, berat jenis air kemih, biakan urin, ureum, kreatinin dan lain-lain. Kesimpulannya pada pemeriksaan anak dengan enuresis harus bisa dibedakan apakah ini karena infeksi saluran air kemih, ureter ektopik, gangguan fungsi kandung kemih atau kelainan anatomi kandung kemih. (Nanan S. 2004) G.Diagnos banding Diagnosis banding enuresis: 1.Infeksi saluran kemih: infeksi saluran kemih biasanya dapat menyebabkan enuresis terutama enuresis sekunder. Pada infeksi saluran kemih biasanya uregensi uneresis, sering miksi dan disuria. Dengan melakukan urinalisis dan biakan urin dapat ditegakkan ada atau tidaknya infeksi saluran kemih. 2.Kelainan kongenital saluran kemih -Ureter ektopik, yaitu adanya ureter yang bermuara di uretra, vagina atau introitus vagina. Kelainan kongenital ini biasanya menimbulkan gejala air kemih yang menetes terus menerus dan tidak pernah kering. Kadang-kadang tetesan air kemih berhenti pada waktu tidur, hal ini mungkin karena penderita dalam posisi horisontal. Keadaan ini ditegakkan dengan urogram. -Epispadia -Sinus urogenital persisten 3.Nefropati obstruktif: biasanya akibat kerusakan katup uretra posterior. Kelainan ini menimbulkan gejala air kemih yang menetes, urgensi enuresis dan inkontinensia psikogenik. Gejala yang timbula tergantung dari tungkat obstruksi, umuar anak dan adanya infeksi saluran kemih. Pada pemeriksaan palpasi dapat teraba kandung kemih yang besar dan kelainan ini dapat ditegakkan dengan pemeriksaan sistografi. 4.Kandung kemih neurogenik: keluhan yang timbul sama dengan di atas. biasanya keadaan ini adanya defek pada tulang belakang, tetapi kadang-kadang tanpa gejala neurologi lainnya. Kelainan ini dapat di tegakkan dengan pemeriksaan sistografi. 5.Kandung kemih disinergik: kelainan ini mengakibatkan daytime incotinence, miksi yang frekuen dan infeksi saluran kemih yang berulang. Kelainan neurofisiologi pola miksi dapat ditunjukkan dengan pemeriksaan urodinamik. H.Komplikasi Kepustakaan lain memperlihatkan flowchart untuk mengevaluasi enuresis dengan komplikasi dengan enuresis tanpa komplikasi. Enuresis tanpa komplikasi, ialah hasil pemeriksaan fisis tidak kelainan, biakan urin steril dan urinalisis normal. Sedangkan enuresis dengan komplikasi bila ditemukan hasil biakan urin positif atau adanya infeksi saluran kemih, ditemukan adanya kelainan neurologi atau adanya gangguan miksi, seperti jarang atau miksi, adanya pancaran air kemih yang kurang atau adanya enkopresis. (Nanan S. 2004).

1. Penatalaksanaan
Pengobatan enuresis pada anak harus dilihat secara individual dengan melihat beberapa hal, antara lain: attitude (sikap) anak dan orang tua, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan rumah. Begitu juga anggota keluarga harus dapat membantu dalam memberikan motivasi yang sesuai dan pihak orang tua tidak mempertimbangkan pengobatan dengan obat-obatan sebagai pilihan pertama dalam program pengobatan enuresis anaknya. (Nanan S. 2004) Saat pengobatan dimulai, juga merupakan hal yang penting dan berbeda beda dari penderita ke penderita lain. Pengobatan biasanya diperlukan apabila enuresis menjadi problem bagi penderita maupun keluarga dan jarang diperlukan bila anak belum mencapai umur 5 atau 6 tahun. Pada anak-anak yang lebih muda pengobatan biasanya hanya berupa mendidik keluarga mengenai hal-hal yang dapat menyebabkan enuresis dan menunjukkan program latihan-latihan yang benar. Pengobatan enuresis yang tidak mengalami komplikasi biasanya berupa konsultasi mengenai pemberian motivasi, conditioning therapy (pemasangan alarm), melatih kebiasaan buang air kemih yang baik, psikoterapi, diit, hipnoterapi, dan medikamentosa. Kadang-kadang cara pengobatan tidak cukup dengan satu program saja. (Nanan S. 2004) Di bawah ini beberapa cara dalam penatalaksanaan enuresis, antara lain: Non farmakologik 1. Latihan menahan miksi Tujuan latihan untuk memperbesar kapasitas kandung kemih, agar waktu antara miksi menjadi lebih lama sehingga dapat mengurangi enuresis. Karena berdasarkan penelitian, anak yang jarang miksi mempunyai kapasitas kandung kemih lebih besar dibandingkan dngan anak yang sering miksi. (Nanan S.2004).

Dengan menahana miksi secara sadar akan menghambat kontraksi kandung kemih dan memperbesar kapasitas kandung kemih. Latihan ini memerlukan waktu yang lama. Ternyata dengan meningkatkan kapasitas kandung kemih ini angka kesembuhannya lebih tinggi dan kejadian relapsnya sangat kecil dibandingkan dengan pengobatan yang menggunakan alat atau obat-obatan. (Nanan S.2004).

2. Memberikan motivasi
Penjelasan mengenai penyebab dan prognosis enuresis serta menerangkan bahwa keadaan ini bukan kesalahan anak dan dorongan emosional dari orang tua, akan menentramkan hati anak sehingga hubungan dengan orang tuanya lebih erat. Dengan adanya hubungan yang baik antara anak dengan orang tuanya diharapkan timbul tanggungjawab anak terhadap udaha yang diberikan oleh dokter dan orang tuanya. Setelah anak dan orang tuanya mengerti tentang masalah enuresis seperti: mengurangi minum pada malam hari, membangunkan anak pada malam hari untuk miksi untuk di kamar mandi dan memberikan pujian atau penghargan kalau anaknya tidak mengompol. Ternyata dengan cara ini banyak yang berhasil mengurangi atau menghentikan mengompol. Suatu penelitian membuktikan bahwa cara ini akan lebih efektif bila digabungkan dengan bell and pad, hasilnya lebih cepat dan angka relapsnya lebih sedikit. (Nanan S.2004).

3. Mengubah kebiasaan
Beberapa macam alarm telah diciptakan, baik berbentuk bel maupun berupa syok elektrik ringan untuk mengobati enuresis nocturnal. Alat yang paling popular dan tidak begitu mahal adalah bell and pad, dengan cara kerja bebarapa tetespertam air kemih akan menyebabkan alarm berbunyi dan anak terbangun dari tidurnya dan menyelesaikan miksinya di kamar mandi. Percobaan klinik menunjukan bahwa pengobatan ini mungki ini lebih efektif bila anak mengubah pola tidurnya dan dapat memasang kembali alarmnya sendiri. Denga bangun tidur berulang-ulang selama beberapa hari atau beberapa mingu anak dilatih untk bangun tidur sebelum kencing dimulai. (Nanan S.2004).

Selanjutnya alarm disetel dalam waktu yang lebih lama dan akhirnya rangsangan alarm dihentikan. Pengobatan dengan cara ini memerlukan waktu yang lama. Bila terjadi relapas, pengobatan tahap kedua biasanya memberikan hasil yang lebih baik. Meadow pada tahun 1986 mengatakan bahwa pemasangan alar ini merupakan pengobatan cukup berhasil terutam untu k enuresis nocturnal. Keberhasilan denagan alarm ini mencapai 75% dari sema penderita. Tampak pada gabar bawah ini salah satu bentuk alarm yang digunakan pada penderita enuresis. Kalau dalam 2-3 tahap tidak memberikan hasil, pengobatan dapat digabung denagan pemberian imipramin dan biasanya memberian hasil yan baik. (Nanan S.2004) 

Farmakologik

A. Anti depresan
Anti depresan sering diopakia untuk mengobati enuresis, misalnya imipramin (tofranil), pada beberapa peniitian, pemakaian, impramin memberikan, hasil yang lebih baik dibandingkan plasebo dalam mengurangi enuresis nocturnal, suatu percobaan menunjukan bahwa 40-60% dari anak yang menggunakan imipramin berhenti enuresis maupun frekuensi mengompolnya brkurang. sedagkan penelitian lain menunjukan jumlah anak yang sembuh dengan pengobatan anti depresan, jumlanya sama dengan yang remisi spontan dalam kurun waktu yang sama, sehingga para dokter menganggap anti depresan tidak mempunyai efek terhadap enuresis. (Nanan S.2004).

Efek farmakologi imipramin belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga berefek sebagai anti depresan, anti kolinergik dan mengubah mekanisme tidur. Yang berperan dalam pengobatan enuresis adalah efek anti kolinergikdan anti spasmodic yang menyerupai efek simpatomimetik terhadapa kandung kemih. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang menunjukan peningkatan kapasitas kandung kemih pada 34% anak uang diterapi imipramin dibandingan dengan 9% yag tidak mendapat terapi imipramin. (NananS. 2004).

Dosis yang dianjurkan untuk imipramin antara 25-100 mg atau 1-2 mg/kgBB, diberikan dengan dosis tunggal kira-kira 1-2 jam seblumtidur. Beberapa kepusatakaan ada yang menganjurkan dosis berdasarkan umur yaitu umur 6-8 tahun 25 mg, sedangkan untuk umur lebih dari 8 tahun 50-70 mg . and bila berdasarkan berat badan dosis yang dianjurkan 0.9-1,5mg/kg/hari, sediaan obat biasanya 1 tablet mengandung 25mg. pengobatan dengan imipramin memperlihatkan hasil setelah pemberian obat selama 1-2 minggu, jika dalam waktu tersebut belum menunjukan hasil, maka pengobatan diteruskan sampai paling sedikit 6 bulan dengan mngurangi dosis setiap 3-4 minggu. Bila timbul relaps maka pengobatan seperti diatas di ulang lagi . imipramin pada umurnya tidak digunakan pada anak dibawah umur 6-7 tahun, oleh karena bila terjadi keracunan atau overdosis, maka efek toksisnya sangat berat. Efek samping pemakaian imipramin sangat jarang, gejala yang timbul akibat efek samping imipramin adalah: insomnia, kecemasan, perubaan kepribadian, seangkan dosis yang berebihan dapat mengakibatkan keracunan dan bisanya berakibat fatal, seperti : gangguan irama jantung, gangguan hantaran jantung, hipotensi dan kejang. ( Nanan S.2004).

B. Desmopresin
Desmopresin merupakan vasoprein sinteis, sehingga sering disebut sebagai DDAV (1desamino-8-D-arginine vasopresin)dan analog arginine vasopressin (AVP). Obat ini diberikan intranasal waktu tidur dan hasilnya cukup efetif untk menghentikan mengompol secara lengkap atau mengurani mengompol. Tiap semprot mennadung 10 mg desmopresin. (Nanan S.2004).

Mekanisme kerja obat ini yaitu dengan jalan mengurangi produksi air kemih, sehingga efek samping pemakaian desmpresin adalah hiponatremia akibat retensi air. Oleh Karen aitu obat ini hana dipakai untuk anak-anak yang mengalami stress dan gagal dengan cara pegibatannya yang lainnya. (Nanan S.2004).

Keberhasilan pengobatan enuresis dengan desmopresin telah banyak dilaporkan dalam beberapa peelitian, dengan menggunakan dosis 10-40 UG/intranasal 2-4 semprot sebelum tidur atau bentuk tablet 0,2-0,4 mg. penyembuhan secara total terjadi sekitar 10-30%. (Nanan S.2004).

Angka kejadian relaps setelah obat diberhentikan cukuip tinggi, bila dibandingkan dengan cara alarm, angka kejadian relaps pada alarm hanya 1 orang dari 22 pasien. Sedangkan pada pengobatan desmopresin angka relapas sebanyak 10 orang dari 24 pasien. (Nanan S.2004)

C. Antikolinergik
Oxybutinin (ditropan) dan obat antikolinergik lain telah banyak digunakan untuk menurunkan atau menghilangkan efek kontraksi kandung kemih. Obat ini berhbungan dengan enuresis yang diakibatkan adanya proses aninhibsi kontraksi dari kandung kencing. Dosis yan dipakai untuk anak-anak iatas 6 tahun biasanya sehari 2-3 X 5mg. efek samping obat biasanya kering mulut, merah pada muka, jarang terjadi hiperpireksi. Bila obat ang diamakan melebihi dosis yang dianjurkan sering menimbulkan gangguan penglihatan. (Nanan S.2004).

Keinginan orang tua pada anak merupakan indkasi utama umtuk melakukan intervensi. Karena enuresis bukan suatu penyakit dan dapat sembuh spontan dengan bertambanhya umur, maka sebaiknya tidak cepat-cepat memberi obat-obatan. ( Nanan S.2004).

Adapun cara yang dipaki, memberikan pujian, penghargaan dan tanda bintang pada kalender setiap pada mengompol harus terus diberian. Hukuman dan teguran tidak membantu pengobatan, bahan dapat menimbulkan bahaya.(Nanan S.2004).

Anak-anak enuretik uimumnya tidak didapatkan kelainan organic maupun psikologik, maka pengobatannya haru semiimum mungkin. Pemeriksaan dan pengobatan yang menggunakan obat-obatan harus sedapat mungkin dihindari. (Nanan S.2004).

Dipihak lain survey yang dilakukan di peranscis menyimpulkan bawa terapi farmakologik merupakan pilihan yang paling efetif, sedangsikap menungu penyembuhan spontan (wait and see) ternyata kurang efektif. (Nanan S.2004).

Di Amerika Serikat yang dilaporkan oleh Robson memberikan kebebasan memilih jenis terapi kepada orang tua pasien. Bila tidak berhasil, boleh memilih alternatif lainnya dan bila perlu dapat dipilih terapi kombinasi (antara obat dan alarm pad). (Nanan S.2004)

Ada beberapa petunjuk praktis yang dapat dipakai secara umum antara lain:
1.Jangan menghukum anak
2.Beri pujian/penghargaan pada setiap keberhasilan bebas mengompol
3.Jangan melarang anak minim sehabis makan malam
4.Berikan lampu/penerangan yang cukup agar anak dapat pergi sendiri untuk berkemih pada malam hari
5.Kadang-kadang anak perlu diberi popok atau diaper pada malam hari
6.Pastikan anak sudah bersih/mandi sebelum berangkat ke sekolah

J. Prognosis
Enuresis yang tidak diobati akan sembuh spontan antara 10-20% pertahun. Penyembuhan spontan pada umumnya terjadi bila orang tua dan anaknya mau menunggu. Penelitian pada anak dengan enuresis octurnal yang tidak diobati, menunjukkan penyembuhan spontan dengan bertambahnya umur yaitu 14% sembuh spontan pertahun pada umur 5-9 tahun dan 16% pada umur 10-19 tahun. Lima puluh persen penderita enuresis sembuh tanpa pengobatan spesifik dalam 4 tahun. (Nanan S.2004)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar